KOMPAS.com – Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Dadan Kusdiana mengatakan, pemerintah akan fokus untuk mengembangkan energi listrik melalui panas bumi atau geotermal untuk mendorong pencapaian Net-Zero Emissions (NZE) pada 2060.
Dadan mengatakan, sektor panas bumi sangat menjanjikan untuk dikembangkan sebagai pembangkit listrik continuous base load dalam sistem ketenagalistrikan, serta dapat menjadi andalan pemenuhan demand listrik nasional.
“Panas bumi, sebagai salah satu energi baru dan terbarukan, energinya bersih dan stabil kapasitas pasokannya selama puluhan tahun sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai andalan pasokan listrik karena dapat diandalkan,” ujar Dadan dalam siaran pers, Senin (13/2/2023).
Dadan mengatakan, suplai energi panas bumi tergolong andal, kontinu, berkelanjutan, dan tidak dipengaruhi oleh kondisi cuaca, sehingga menjanjikan untuk dikembangkan sebagai bisnis layanan listrik continuous base load jangka panjang lebih dari 30 tahun.
Dadan menambahkan pemerintah juga telah melaksanakan sejumlah program untuk mempercepat implementasi panas bumi melalui insentif bea masuk, keringanan pajak saat eksplorasi, mekanisme pembiayaan yang menarik saat eksplorasi hingga program government drilling untuk menekan risiko dan cost project.
Dia mengatakan, pengembangan proyek PLTP umumnya membutuhkan waktu 7-10 tahun. Namun, pengembangannya dapat dipercepat dengan adanya government drilling. Guna memenuhi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, di mana pada 2030 pemerintah menargetkan kapasitas terpasang panas bumi sebesar 3,35 GW.
“Pemerintah telah mengeluarkan Perpres No. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Benefit terbesar dari Perpres yang baru saja dikeluarkan tersebut ada pada energi panas bumi, khususnya di Pulau Jawa,” lanjutnya.
IPO PGE
Dadan juga menyambut baik rencana IPO anak usaha PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO). Dia mengatakan, melalui IPO tersebut diharapkan dapat mendorong pengembangan dan peningkatan kapasitas terpasang energi panas bumi di Tanah Air
“Yang menjadi nilai tambah adalah ekspansi PGEO berupa penambahan kapasitas. IPO ini salah satu upaya untuk memenuhi RUPTL. Kalau tidak ada penambahan kapasitas terpasang, maka IPO Pertamina Geothermal Energy juga tidak ada gunanya,” tambahnya.
Dadan mengatakan IPO Pertamina Geothermal Energy juga dapat memberi sinyal positif bagi swasta dan investor untuk berinvestasi di sektor panas bumi nasional. Apalagi, Indonesia memiliki potensi besar cadangan energi baru terbarukan, salah satunya yaitu panas bumi. Berdasarkan RUPTL 2021-2030, potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29.544 MW.
“PGEO akan menjadi satu-satunya perusahaan panas bumi yang pertama dan terbesar melantai di Bursa Efek Indonesia. Wilayah kerja yang dimiliki Pertamina Geothermal Energy itu kelas satu semua dan risikonya juga paling minimal,” terangnya.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Pertamina Geothermal Energy Ahmad Yuniarto menargetkan melalui IPO, PGE dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung menjadi 1.540 MW pada tahun 2030.
“Itu artinya pada 2030, PGE berpotensi untuk memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi karbon sebesar 9 juta ton per tahun dan menargetkan menjadi tiga besar perusahaan produsen panas bumi dunia,” ungkapnya.